Pemerintah Imbau Karyawan Swasta WFA, Pengusaha Buka Suara
Jakarta, 12 Maret 2025 – Menjelang musim mudik Lebaran, pemerintah kembali mengeluarkan imbauan kepada perusahaan swasta agar menerapkan pola kerja Flexible Working Arrangement (FWA) atau yang dikenal juga dengan Work From Anywhere (WFA). Imbauan ini ditujukan untuk mendukung kelancaran arus mudik, mengurangi kepadatan, dan memberikan fleksibilitas bagi para pekerja.
Namun, imbauan tersebut mendapat tanggapan beragam, terutama dari kalangan dunia usaha. Salah satu suara yang mencuat datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang menilai bahwa tidak semua sektor mampu menerapkan kebijakan WFA.

Pemerintah Dorong WFA untuk Kurangi Kepadatan Menjelang Lebaran
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa pemerintah telah menyepakati penerapan pola kerja fleksibel di instansi pemerintahan mulai 24 hingga 27 Maret 2025. Ia pun mengajak sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam mendukung program ini.
“Untuk mensukseskan program mudik nasional, Kementerian Ketenagakerjaan menghimbau perusahaan swasta untuk mempertimbangkan penerapan WFA,” ujar Yassierli dalam konferensi pers di Jakarta.
Penerapan WFA ini diharapkan mampu mengurangi mobilitas pegawai di pusat kota, serta memberikan waktu lebih bagi karyawan untuk mempersiapkan mudik tanpa mengganggu produktivitas kerja.
Apindo: Tidak Bisa Disamaratakan
Menanggapi imbauan tersebut, Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyatakan bahwa pihaknya memahami maksud baik pemerintah. Namun, ia menegaskan bahwa penerapan WFA tidak bisa dipaksakan ke semua sektor.
“Kita mesti menyadari tidak semua sektor bisa WFA. Sektor manufaktur, misalnya, mana mungkin dia WFA? Nggak mungkin. Jadi ini tidak bisa disamaratakan semua sektor,” tegas Shinta saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta.
Menurutnya, tidak hanya sektor, namun jenis pekerjaan dan fungsi layanan juga menentukan apakah WFA bisa dijalankan atau tidak.
Pekerjaan Pelayanan Tak Bisa WFA
Shinta menambahkan bahwa ada pekerjaan yang memang tidak bisa dilakukan secara jarak jauh, terutama di sektor pelayanan publik seperti perbankan atau industri yang membutuhkan kehadiran fisik di tempat kerja.
“Perbankan misalnya, nggak mungkin dong WFA. Mereka melayani nasabah, itu butuh kehadiran langsung. Jadi kita perlu lihat lebih detail berdasarkan jenis pekerjaannya,” jelas Shinta.
Dengan kata lain, penerapan WFA perlu melihat fleksibilitas tugas dan peran karyawan, bukan sekadar sektornya saja.
Baca juga:Libur Panjang Lebaran CFD Jakarta 30 Maret dan 6 April
Beberapa Sektor Sudah Terbiasa WFA Sejak Pandemi
Meski tidak semua bisa, Shinta mengakui bahwa ada banyak sektor yang sudah terbiasa dengan WFA, terutama sejak masa pandemi COVID-19. Sejak saat itu, banyak perusahaan yang telah mengadopsi model kerja hybrid maupun fleksibel.
“Terus terang, sejak pandemi sudah banyak pekerjaan yang WFA. Jadi yang masuk kantor cuma beberapa kali seminggu. Jam kerja fleksibel juga sudah diterapkan di banyak tempat,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa sektor-sektor seperti ekonomi kreatif, industri digital, dan startup teknologi adalah contoh industri yang sudah secara natural menerapkan pola kerja fleksibel, bahkan sebelum adanya imbauan dari pemerintah.
Ekonomi Digital dan Kreatif Cocok Terapkan WFA
Sektor yang memungkinkan untuk menerapkan WFA antara lain:
-
Ekonomi kreatif
-
Pekerjaan digital dan IT
-
Pekerjaan berbasis konten dan media
-
Administrasi non-layanan
-
Konsultan, data analyst, hingga desain grafis
Dalam sektor-sektor ini, selama memiliki koneksi internet yang stabil dan perangkat kerja yang memadai, karyawan dapat menjalankan tugasnya dari mana saja tanpa gangguan signifikan terhadap produktivitas.
Manfaat dan Tantangan WFA
Imbauan pemerintah untuk mendorong WFA menjelang Lebaran sebenarnya menawarkan beragam manfaat, di antaranya:
-
Mengurangi kepadatan lalu lintas di pusat kota dan jalur mudik.
-
Meminimalisasi risiko keterlambatan kerja akibat kemacetan menjelang libur panjang.
-
Meningkatkan fleksibilitas dan work-life balance bagi karyawan.
-
Mendorong efisiensi biaya operasional perusahaan untuk jangka pendek.
Namun, tantangannya juga tidak sedikit:
-
Tidak semua pekerja bisa WFA (khususnya yang perlu kehadiran fisik).
-
Risiko menurunnya produktivitas jika tidak diawasi dengan baik.
-
Kendala teknologi dan konektivitas di beberapa daerah.
-
Manajemen kolaborasi jarak jauh yang belum merata di tiap perusahaan.
FWA Perlu Regulasi dan Dukungan Teknis
Salah satu poin yang muncul dari diskusi ini adalah perlunya regulasi dan panduan teknis yang jelas dari pemerintah terkait penerapan WFA atau FWA. Tidak semua perusahaan memiliki sistem atau sumber daya untuk memantau dan mengatur karyawan secara jarak jauh.
Pemerintah bisa berperan dengan menyediakan:
-
Panduan pelaksanaan WFA yang adaptif per sektor
-
Pelatihan digital dan manajerial bagi pelaku usaha
-
Insentif bagi perusahaan yang mendukung kerja fleksibel
-
Platform monitoring produktivitas karyawan WFA
Kesimpulan: Fleksibilitas Harus Disesuaikan
Imbauan pemerintah untuk mendorong kerja fleksibel menjelang Lebaran merupakan langkah strategis untuk mendukung arus mudik nasional dan efisiensi kerja. Namun, seperti disampaikan Apindo, fleksibilitas harus dilihat secara proporsional dan tidak bisa disamaratakan.
Bagi sektor-sektor yang memungkinkan, penerapan WFA bisa menjadi solusi ideal. Namun bagi yang membutuhkan kehadiran fisik, tentu pola kerja ini harus disesuaikan. Yang terpenting, komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha tetap terbuka, agar kebijakan publik dan realita lapangan bisa berjalan selaras.