Sejumlah Warung di Cirebon Jadi Korban Uang Palsu, 1 Pelaku Ditangkap

Peredaran uang palsu kembali meresahkan masyarakat, kali ini terjadi di wilayah Cirebon, Jawa Barat, di mana sejumlah warung kecil dan pedagang kelontong menjadi korban. Kasus ini mendapat perhatian serius dari pihak kepolisian dan masyarakat karena menyasar kalangan usaha mikro yang rentan dan umumnya tidak memiliki alat pendeteksi keaslian uang.

Sejumlah Warung di Cirebon Jadi Korban Uang Palsu, 1 Pelaku Ditangkap
Sejumlah Warung di Cirebon Jadi Korban Uang Palsu, 1 Pelaku Ditangkap

Dalam sepekan terakhir, laporan dari warga mulai bermunculan. Beberapa pemilik warung mengaku menerima uang kertas pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 yang ternyata palsu. Setelah dilakukan penelusuran, pihak kepolisian berhasil menangkap satu orang pelaku, sementara penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jaringan peredaran uang palsu lebih luas masih berlangsung.


Modus Pelaku: Berbelanja dengan Pecahan Besar

Pelaku yang berhasil ditangkap adalah pria berinisial AR (27), warga dari daerah perbatasan antara Cirebon dan Majalengka. Ia ditangkap oleh aparat Polres Cirebon Kota setelah melakukan transaksi mencurigakan di salah satu warung sembako milik warga.

Modus yang digunakan cukup sederhana, namun efektif untuk mengecoh pemilik warung:

  • Pelaku datang berpura-pura sebagai pembeli biasa.

  • Ia membeli barang kebutuhan pokok dengan jumlah kecil (misalnya rokok satu bungkus atau minuman ringan).

  • Kemudian membayar menggunakan pecahan uang Rp100.000 palsu, berharap mendapatkan kembalian dari uang asli.

Karena warung kecil umumnya tidak memiliki alat pendeteksi uang palsu, dan transaksi terjadi dengan cepat, pemilik warung biasanya tidak menyadari bahwa uang yang diterima adalah palsu hingga mereka menyetorkannya ke bank atau membandingkan dengan uang lain di rumah.


Penangkapan Pelaku dan Barang Bukti

Kapolres Cirebon Kota, AKBP Sumarni, dalam konferensi persnya menyatakan bahwa pelaku ditangkap setelah aparat menerima laporan dari dua pemilik warung di kawasan Harjamukti dan Kesambi.

Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain:

  • 7 lembar uang palsu pecahan Rp100.000

  • 12 lembar uang palsu pecahan Rp50.000

  • Beberapa barang kebutuhan pokok hasil pembelian

  • Sebuah sepeda motor yang digunakan untuk berkeliling

  • Ponsel pelaku yang diduga digunakan untuk komunikasi dengan pihak lain

Hasil pemeriksaan awal menyebutkan bahwa pelaku mendapatkan uang palsu dari seseorang melalui perantara pesan singkat, dan belum diketahui apakah pelaku juga terlibat dalam proses pencetakannya.


Korban: Warung Kecil yang Tak Punya Alat Deteksi

Salah satu korban, Ibu Rini, pemilik warung di kawasan Kalijaga, mengaku merasa kecewa dan was-was setelah mendapati uang yang diterimanya palsu.

“Saya tahunya pas mau belanja ke pasar. Uangnya beda warnanya dan lebih tipis. Pas ditunjukin ke tukang sayur, katanya palsu. Saya rugi dua kali, uangnya hilang, barang dagangan juga keluar,” ujarnya.

Kasus serupa juga dialami oleh beberapa warung lainnya. Mereka rata-rata tidak memiliki alat pendeteksi keaslian uang (money detector) dan hanya mengandalkan perasaan atau pengalaman saat menerima uang tunai.


Upaya Polisi dan Imbauan kepada Warga

Pihak kepolisian kini tengah mendalami kemungkinan bahwa pelaku AR merupakan bagian dari jaringan yang lebih besar, mengingat jumlah uang palsu yang beredar dan variasi pecahan yang digunakan.

AKBP Sumarni juga menyampaikan imbauan kepada masyarakat:

  • Agar lebih teliti saat menerima uang tunai, terutama pecahan besar.

  • Memeriksa ciri-ciri keaslian uang seperti benang pengaman, watermark, dan tekstur kertas.

  • Menghindari memberikan kembalian dalam jumlah besar tanpa pemeriksaan lebih dahulu.

  • Segera melaporkan jika menemukan kasus serupa agar bisa dilakukan tindakan cepat.


Meningkatnya Kasus Uang Palsu Jelang Libur Panjang

Kepolisian menduga bahwa kasus peredaran uang palsu ini juga berkaitan dengan momen libur panjang dan peningkatan aktivitas ekonomi kecil, di mana banyak warung dan toko tradisional mengalami lonjakan transaksi dan kewaspadaan menurun.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia, peredaran uang palsu di Indonesia memang cenderung meningkat pada:

  • Bulan Ramadan dan Lebaran

  • Akhir tahun menjelang Natal dan Tahun Baru

  • Masa-masa libur nasional atau cuti bersama

Situasi inilah yang kerap dimanfaatkan oleh oknum untuk menjalankan aksinya, terutama di daerah pinggiran atau pedesaan.


Hukuman bagi Pelaku Peredaran Uang Palsu

AR kini dijerat dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang berbunyi:

  • Barang siapa yang dengan sengaja membuat, menyimpan, atau mengedarkan uang palsu dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar.

Pihak kepolisian berkomitmen untuk memproses kasus ini hingga tuntas dan memberikan efek jera, baik kepada pelaku langsung maupun jaringannya.


Perlunya Edukasi Publik tentang Uang Palsu

Kasus ini menggarisbawahi pentingnya edukasi publik, terutama kepada pelaku UMKM dan pemilik usaha kecil, tentang bagaimana cara:

  • Mengenali uang palsu dengan mudah

  • Menggunakan alat deteksi uang sederhana

  • Menolak pembayaran dalam pecahan besar yang mencurigakan

  • Menjaga pencatatan transaksi harian agar bisa ditelusuri

Lembaga perbankan dan otoritas keuangan seperti Bank Indonesia juga diharapkan meningkatkan sosialisasi rutin tentang ciri-ciri keaslian uang dan distribusi money detector murah ke desa-desa.


Peran Masyarakat dalam Pencegahan

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah peredaran uang palsu. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Periksa uang dengan metode 3D: Dilihat, Diraba, Diterawang

  2. Waspadai pembeli dadakan yang belanja kecil dengan uang besar

  3. Gunakan aplikasi scanner uang (tersedia di beberapa bank digital)

  4. Saling menginformasikan kasus di lingkungan sekitar

  5. Segera melapor ke polisi atau pihak bank jika menemukan uang palsu

Baca juga:Alasan TNI Jaga Kantor Kejaksaan, Bukan Polisi


Kesimpulan

Peredaran uang palsu kembali menjadi ancaman nyata bagi pelaku usaha kecil di Cirebon dan sekitarnya. Kasus ini menjadi pengingat bahwa keamanan transaksi tunai masih sangat penting dijaga, terutama di tengah banyaknya aktivitas ekonomi di tingkat masyarakat bawah.

Dengan tertangkapnya satu pelaku, diharapkan penyelidikan dapat terus dikembangkan hingga ke jaringan pembuat dan pengedar utama. Sementara itu, edukasi, kewaspadaan, dan kerja sama masyarakat menjadi kunci dalam melindungi ekonomi mikro dari ancaman serupa di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *