Saat Kesederhanaan Paus Fransiskus Dibawa Sampai Akhir Hayat
Paus Fransiskus, pemimpin spiritual lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia, tidak hanya dikenal karena reformasinya dalam tubuh Gereja Katolik
tetapi juga karena gaya hidupnya yang sederhana dan membumi. Dalam sejarah panjang kepausan, beliau muncul sebagai figur unik yang menentang kemewahan dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, kerendahan hati, serta kesederhanaan.
Kesederhanaan yang beliau pegang teguh sejak awal pelayanannya sebagai Paus tidak hanya menjadi simbol moral, tetapi juga menjadi arah
kebijakan dan teladan hidup bagi umat. Bahkan, kesederhanaan tersebut tidak luntur hingga detik-detik terakhir kehidupannya, mencerminkan integritas spiritual dan komitmennya terhadap nilai-nilai Injil.

Saat Kesederhanaan Paus Fransiskus Dibawa Sampai Akhir Hayat
Ketika terpilih sebagai Paus pada 13 Maret 2013, Jorge Mario Bergoglio memilih nama “Fransiskus”
merujuk pada Santo Fransiskus dari Assisi, tokoh suci yang dikenal karena hidupnya yang penuh kerendahan hati dan cinta kepada kaum miskin. Pilihan nama ini bukanlah isyarat kosong—sejak saat itu, Paus Fransiskus mulai menata kembali citra kepausan menjadi lebih sederhana dan humanis.
Salah satu tindakan awal yang mengejutkan banyak pihak adalah keputusannya untuk tidak tinggal di Istana Apostolik yang mewah, tetapi memilih menetap di Wisma Santa Marta, sebuah penginapan sederhana di Vatikan. Ia juga menghindari kendaraan mewah dan lebih memilih mobil kecil saat bepergian.
Gaya Hidup Sederhana sebagai Bentuk Kesaksian
Kesederhanaan bukan sekadar pilihan estetika bagi Paus Fransiskus, tetapi merupakan kesaksian spiritual. Ia melihat kemewahan sebagai hambatan bagi pelayan sejati Kristus.
Dalam berbagai homilinya, beliau sering mengingatkan bahaya dari “penyakit spiritual” seperti keserakahan, narsisme, dan kerakusan.
Paus Fransiskus juga menghindari upacara yang berlebihan. Pakaian kepausannya sering kali lebih sederhana dibandingkan pendahulunya.
Ia lebih suka berbicara langsung kepada umat, dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami, daripada memakai istilah teologis yang rumit. Hal ini membuatnya semakin dekat di hati masyarakat biasa, termasuk mereka yang selama ini merasa terasing dari institusi Gereja.
Kepemimpinan yang Berpihak kepada Kaum Marginal
Sikap kesederhanaan Paus Fransiskus juga tercermin dalam pilihan-pilihan kebijakannya. Ia memberikan perhatian besar terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Dalam ensiklik “Laudato Si'” (2015), beliau menegaskan pentingnya menjaga bumi sebagai rumah bersama dan menyerukan perubahan gaya hidup demi keberlanjutan lingkungan.
Ia juga menjadi suara bagi para migran, pengungsi, dan kaum miskin. Dalam banyak kesempatan, Paus Fransiskus mendatangi kamp pengungsi, mencuci kaki para narapidana, dan membuka pintu Vatikan bagi mereka yang membutuhkan perlindungan.
Pendekatannya yang humanis dan penuh empati ini membuatnya tidak hanya dihormati oleh umat Katolik, tetapi juga mendapat pujian dari pemimpin lintas agama dan komunitas internasional.
Kesederhanaan dalam Arah Pastoral Gereja
Paus Fransiskus berusaha menggeser fokus Gereja dari struktur dan dogma yang kaku menuju pelayanan yang penuh kasih dan keterbukaan.
Ia mendorong para uskup dan imam untuk menjadi gembala yang “berbau domba”, yakni dekat dengan umat dan memahami kehidupan nyata mereka.
Ia juga tidak ragu menegur keras elitisme dalam Gereja, menyebutnya sebagai “spiritualitas duniawi” yang bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani.
Di bawah kepemimpinannya, Paus Fransiskus mengupayakan reformasi administratif di Vatikan dan memperkuat transparansi keuangan Gereja.
Menghadapi Sakit dengan Keteguhan dan Kesederhanaan
Di masa tuanya, Paus Fransiskus menghadapi berbagai masalah kesehatan, termasuk operasi pada usus besar dan kesulitan mobilitas akibat nyeri lutut kronis. Namun, beliau tetap menjalankan tugasnya sebagai Paus dengan komitmen penuh.
Baca juga:Rupiah Melemah Turis Malaysia Ramai-ramai ke Indonesia
Ketika tidak dapat berdiri lama, beliau tetap hadir dalam audiensi mingguan dengan umat dan memimpin misa dari kursi roda, menolak untuk “bersembunyi” dari publik. Sikap ini menunjukkan bahwa ia tidak pernah meninggalkan prinsip kesederhanaannya bahkan ketika dalam kondisi fisik yang terbatas.
Sampai Akhir, Kesederhanaan Tetap Menjadi Pilihan
Dalam pesan-pesan terakhirnya, Paus Fransiskus selalu mengingatkan pentingnya hidup yang berakar pada kasih, pengampunan, dan kerendahan hati. Ia bahkan meminta agar prosesi pemakamannya dibuat sesederhana mungkin, tanpa kemegahan yang berlebihan, sesuai dengan semangat hidup yang selalu ia tunjukkan.
Wasiatnya termasuk larangan terhadap monumen mewah dan permintaan agar jasadnya dimakamkan di tempat biasa, bukan di bawah basilika seperti para Paus terdahulu. Permintaan ini mempertegas bahwa kesederhanaan bukanlah retorika belaka, melainkan prinsip hidup yang ia jalani secara konsisten hingga akhir hayatnya.
Warisan Moral bagi Gereja dan Dunia
Warisan terbesar Paus Fransiskus bukan hanya kebijakan atau reformasi yang ia lakukan, tetapi teladan hidup yang ia tunjukkan.
Dalam dunia yang kian materialistis, kesederhanaan menjadi pesan yang radikal dan membebaskan. Ia mengajarkan bahwa kekuatan seorang pemimpin tidak berasal dari kekuasaan atau kemewahan, melainkan dari kerendahan hati dan kemampuan untuk hadir bagi sesama.
Bagi umat Katolik dan seluruh dunia, sosok Paus Fransiskus meninggalkan jejak mendalam sebagai pemimpin rohani yang berjalan bersama
bukan di atas, umatnya. Kesederhanaan yang ia tunjukkan menjadi panggilan bagi semua untuk hidup lebih manusiawi, lebih peduli, dan lebih membumi.
Penutup: Kesederhanaan Sebagai Jalan Kekudusan
Paus Fransiskus telah mengingatkan bahwa kekudusan bukanlah sesuatu yang megah atau jauh dari jangkauan, melainkan bisa ditemukan dalam tindakan sehari-hari yang sederhana namun tulus.
Dalam sebuah dunia yang serba cepat dan kompetitif, warisan Paus Fransiskus adalah napas sejuk:
bahwa menjadi sederhana bukan berarti menjadi lemah, tetapi justru menunjukkan kekuatan sejati dari kasih dan iman.
Ia telah menapaki jalan hidupnya dengan tenang, bersahaja, dan penuh cinta. Dan kini, ketika ia telah menyelesaikan perjalanannya di dunia, dunia mengenang seorang Paus yang besar karena kesederhanaannya.