Polres Pelalawan Tangkap 2Tersangka Pembakar Hutan di TNTN
Polres Pelalawan berhasil menangkap dua orang tersangka pelaku pembakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau. Penangkapan ini dilakukan setelah aparat kepolisian menerima laporan adanya titik api yang mencurigakan di area taman nasional yang selama ini menjadi kawasan lindung dan habitat penting bagi satwa liar.
Kedua tersangka, yang berinisial AS (45) dan RP (38), ditangkap pada Jumat, 2 Mei 2025, di lokasi kejadian setelah diduga kuat menjadi pelaku pembakaran lahan secara sengaja untuk membuka kebun sawit baru. Polisi mendapati keduanya tengah melakukan pembakaran lahan kering seluas sekitar dua hektar yang berada dalam zona inti TNTN, sebuah kawasan hutan yang seharusnya tidak boleh disentuh oleh aktivitas manusia.

Kronologi Penangkapan
Kapolres Pelalawan, AKBP Suwinto S.H., S.I.K, dalam keterangan persnya menjelaskan bahwa penangkapan bermula dari laporan masyarakat dan hasil pemantauan hotspot dari citra satelit milik BMKG serta pantauan drone milik Satgas Karhutla.
Setelah dilakukan penyisiran di wilayah Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, petugas mendapati kedua tersangka berada di lokasi kebakaran dengan peralatan pembakaran seperti korek api gas, jeriken berisi solar, dan potongan kayu kering yang dibakar.
“Tim kami bergerak cepat begitu mendapat laporan. Saat diamankan, tersangka tidak membantah bahwa mereka sengaja membakar lahan untuk keperluan pembukaan kebun sawit pribadi,” ujar AKBP Suwinto.
Status Hukum dan Ancaman Pidana
Keduanya kini telah ditahan di Mapolres Pelalawan untuk proses penyidikan lebih lanjut. Mereka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain:
-
Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf h UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
-
dan Pasal 78 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Ancaman hukuman bagi pelaku pembakaran hutan bisa mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Kapolres juga menegaskan bahwa tidak akan ada kompromi terhadap pelaku kejahatan lingkungan, apalagi jika dilakukan di kawasan taman nasional yang memiliki status konservasi ketat.
Kerusakan Ekologis di TNTN
Taman Nasional Tesso Nilo merupakan salah satu kawasan konservasi paling penting di Sumatra. Taman ini merupakan rumah bagi spesies langka seperti gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatra, dan berbagai jenis burung endemik. TNTN juga menjadi pusat perhatian global karena ancaman deforestasi dan perambahan ilegal yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Data dari Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTNTN) menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen kawasan TNTN saat ini telah mengalami kerusakan akibat perambahan, pembukaan kebun sawit ilegal, dan pembakaran lahan. Aktivitas manusia yang tidak terkendali telah mengganggu ekosistem, mengurangi daya dukung kawasan, dan meningkatkan risiko kebakaran hutan setiap tahunnya.
“Setiap kali musim kemarau datang, ancaman kebakaran di TNTN makin tinggi karena ulah manusia. Jika ini tidak dihentikan, kita bisa kehilangan habitat penting secara permanen,” ujar Dedi Saputra, Kepala BTNTN.
Upaya Pencegahan dan Mitigasi
Penangkapan pelaku pembakaran ini menjadi bagian dari upaya lebih luas dalam menekan laju karhutla yang kerap melanda Riau. Pemerintah daerah, bersama TNI, Polri, BPBD, dan masyarakat adat, telah membentuk Satgas Karhutla sejak awal 2025 dengan fokus pemantauan wilayah rawan.
Beberapa langkah yang telah diambil antara lain:
-
Pemasangan kamera pengawas (CCTV dan drone) di titik-titik rawan pembakaran.
-
Pemberdayaan masyarakat lokal untuk menjadi bagian dari tim patroli hutan.
-
Sosialisasi bahaya karhutla di desa penyangga kawasan TNTN.
-
Sanksi tegas bagi pelaku perambahan dan pembakaran lahan, baik perorangan maupun korporasi.
Selain itu, program Restorasi Ekosistem juga sedang berjalan, bekerja sama dengan berbagai LSM dan lembaga internasional yang peduli terhadap pelestarian Tesso Nilo.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Karhutla bukan hanya soal kerusakan hutan, tetapi juga menyangkut dampak sosial, kesehatan, dan ekonomi. Pembakaran hutan dan lahan secara sengaja menghasilkan asap pekat (smog) yang bisa menyebar ke berbagai wilayah, termasuk lintas provinsi bahkan negara.
Di masa lalu, bencana asap akibat karhutla di Riau telah menyebabkan:
-
Gangguan pernapasan (ISPA) pada ribuan anak-anak dan lansia.
-
Gangguan penerbangan dan aktivitas sekolah.
-
Konflik antara masyarakat adat dan perambah liar.
Oleh karena itu, tindakan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla memiliki efek jera yang penting agar kejadian serupa tidak terus berulang.
Baca juga:Materi Pendidikan Siswa Bermasalah di Barak Militer: Baris-berbaris hingga Outbond
Reaksi Masyarakat dan Lembaga Lingkungan
Penangkapan dua tersangka ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk organisasi lingkungan dan tokoh adat setempat. LSM Eyes on the Forest dan WWF Indonesia menyampaikan apresiasi kepada Polres Pelalawan karena menunjukkan keberpihakan nyata terhadap pelestarian lingkungan.
Sementara itu, tokoh adat Melayu Riau, Tengku Azhari, menegaskan bahwa pembakaran hutan di tanah adat atau kawasan konservasi bertentangan dengan nilai-nilai lokal yang menjunjung tinggi hubungan manusia dengan alam.
“Kami berharap hukum ditegakkan secara adil. Jika pelakunya adalah masyarakat biasa, beri pembinaan. Jika ada keterlibatan korporasi, harus diusut tuntas,” kata Azhari.
Penutup: Momentum Memperkuat Perlindungan TNTN
Penangkapan dua tersangka pembakar hutan di TNTN oleh Polres Pelalawan menjadi peringatan
bahwa pengawasan dan penegakan hukum di kawasan konservasi harus ditingkatkan.
Tesso Nilo adalah harta ekologi yang tak tergantikan. Menjaga kawasan ini berarti menjaga keanekaragaman hayati, mencegah krisis iklim, dan melindungi generasi masa depan dari bencana ekologis.
Pemerintah pusat dan daerah, aparat penegak hukum, serta masyarakat sipil perlu bersatu dalam komitmen menjaga
hutan dan menindak tegas siapa pun yang merusaknya. Setiap langkah hukum yang adil dan tegas adalah sinyal bahwa Indonesia serius dalam melindungi lingkungan.