Perintah Prabowo Agar Ormas Tak Memalak, Pemerintah Ingatkan Potensi Pembubaran
Menteri Pertahanan sekaligus Presiden RI terpilih 2024, Prabowo Subianto, mengeluarkan pernyataan tegas yang menyasar organisasi kemasyarakatan (ormas) yang kerap bertindak di luar batas hukum. Salah satu penekanan utamanya: ormas tidak boleh melakukan pemalakan atau pemerasan dengan mengatasnamakan ideologi, agama, maupun kepentingan kelompok.
Pernyataan ini menuai banyak perhatian, apalagi dalam beberapa waktu terakhir, isu tentang ormas yang beroperasi secara liar, memungut uang dari masyarakat atau pelaku usaha, hingga melakukan tindakan intimidatif, makin sering terdengar di berbagai daerah.

Pemerintah, melalui sejumlah kementerian dan lembaga, ikut menegaskan bahwa sanksi pembubaran ormas tetap terbuka jika pelanggaran hukum terus berulang.
Latar Belakang Pernyataan Prabowo
Prabowo menyampaikan pesan tersebut dalam beberapa kesempatan, termasuk saat menanggapi laporan dari masyarakat terkait aktivitas ormas tertentu yang kerap memaksakan kehendak di lapangan. Ia menekankan pentingnya ketertiban sosial dan supremasi hukum dalam negara demokrasi seperti Indonesia.
“Ormas itu bagian dari demokrasi, tapi tidak boleh kebablasan. Tidak boleh memalak, memaksa, atau menyebar ketakutan. Negara ini punya hukum. Semua warga negara harus tunduk,” tegas Prabowo.
Ia menambahkan bahwa dirinya tidak akan mentolerir praktik-praktik yang merugikan masyarakat atas nama perjuangan atau kepentingan ormas tertentu.
Konteks: Ormas dan Polemik di Lapangan
Dalam praktiknya, memang tidak sedikit ormas di Indonesia yang menjalankan aktivitas melebihi batas fungsinya sebagai wadah partisipasi sipil. Beberapa kasus yang sempat mencuat antara lain:
-
Pemalakan terhadap toko atau pedagang dengan dalih “keamanan wilayah”.
-
Penarikan uang secara ilegal dari sopir truk atau pengusaha logistik.
-
Intimidasi terhadap kelompok lain yang dianggap berbeda secara politik atau keyakinan.
-
Penutupan paksa kegiatan masyarakat yang dianggap “tidak sesuai norma”.
Fenomena seperti ini membuat banyak pihak mempertanyakan keberadaan ormas yang seharusnya menjadi bagian dari pembangunan sosial, namun justru menjadi sumber ketakutan.
Respons Pemerintah: Potensi Pembubaran Ormas
Menko Polhukam dan Kemendagri ikut mengingatkan bahwa pembubaran ormas tetap menjadi langkah konstitusional terakhir, jika tindakan melawan hukum dilakukan secara terus-menerus.
Menurut UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas, ada beberapa pelanggaran serius yang bisa membuat ormas dikenai sanksi berat:
-
Bertindak anarkis atau menyebarkan kebencian.
-
Menolak Pancasila sebagai ideologi negara.
-
Melakukan pungutan liar atau pemalakan.
-
Menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak.
Sanksi bisa berupa teguran administratif, pembekuan sementara, hingga pencabutan status badan hukum dan pembubaran.
“Kami tidak segan menindak ormas yang menyalahi aturan. Pemerintah tidak anti-ormas, tapi kami wajib menjaga ketertiban umum,” kata seorang pejabat di Kemendagri.
Pentingnya Penertiban, Bukan Penindasan
Meski pemerintah menegaskan sikap tegas terhadap ormas bermasalah, namun juga perlu ditegaskan bahwa langkah penertiban ini bukan untuk membungkam suara masyarakat. Keberadaan ormas di Indonesia dijamin oleh konstitusi, sepanjang tetap berada dalam koridor hukum.
Pemerintah mendorong agar ormas berkontribusi secara positif: ikut dalam edukasi masyarakat, pengawasan sosial, bantuan sosial, atau advokasi hukum. Justru di masa-masa sulit seperti sekarang, peran ormas yang produktif sangat dibutuhkan.
Reaksi Publik: Antara Setuju dan Khawatir
Pernyataan Prabowo menuai beragam reaksi. Sebagian besar masyarakat menyambut positif langkah ini sebagai bentuk kehadiran negara untuk melindungi warganya dari aksi premanisme berkedok organisasi.
“Kami pengusaha kecil butuh kepastian. Jangan sampai tiap bulan ada yang datang minta ‘jatah keamanan’. Negara harus hadir,” ujar seorang pedagang di Jakarta Utara.
Namun ada juga kekhawatiran bahwa sikap keras terhadap ormas bisa disalahgunakan untuk membungkam kelompok yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Aktivis sipil menegaskan, pembubaran ormas seharusnya jadi opsi paling akhir dan harus melalui proses hukum yang transparan, bukan atas tekanan politik atau sentimen tertentu.
Baca juga:Ketika Ormas Segel Pabrik di Kalteng dan Tuntut Rp 1,4 Miliar, Apa Kata Pemerintah?
Perlu Kolaborasi, Bukan Konfrontasi
Penanganan terhadap ormas bermasalah bukan semata urusan penegakan hukum, tapi juga soal penguatan literasi hukum dan politik masyarakat. Banyak ormas yang lahir dari keresahan publik, tapi berkembang liar karena kurangnya pembinaan dan dialog.
Pemerintah daerah, kepolisian, dan tokoh masyarakat diharapkan membangun komunikasi yang aktif agar ormas bisa menjalankan fungsinya secara benar.
Pesan Prabowo Jelas: Tertibkan Bukan Hapuskan
Yang ditekankan oleh Prabowo adalah ketertiban, bukan pelarangan. Ia tidak menentang keberadaan ormas, namun mengingatkan agar setiap kelompok sipil tetap berperan sebagai bagian dari solusi — bukan sumber masalah.
“Kalau mau berjuang, silakan. Tapi jangan pakai cara preman. Jangan takut ditegur kalau memang salah. Indonesia ini milik semua, bukan milik segelintir yang merasa paling benar,” ujarnya.
Pernyataan ini juga menjadi sinyal bahwa pemerintahan ke depan akan lebih tegas terhadap kekacauan di lapangan, dan menuntut semua elemen masyarakat, termasuk ormas, ikut menjaga ketertiban.
Kesimpulan
Ormas adalah bagian penting dari demokrasi. Tapi kebebasan harus sejalan dengan tanggung jawab. Ketika organisasi melenceng dari tujuan mulianya dan mulai mengancam ketertiban umum, negara punya hak dan kewajiban untuk menegakkan aturan.
Pernyataan Prabowo soal larangan pemalakan oleh ormas, serta peringatan pemerintah tentang potensi pembubaran, bukan ancaman kosong. Ini adalah peringatan tegas bahwa negara tidak akan membiarkan warga hidup dalam ketakutan akibat ulah segelintir kelompok yang menyalahgunakan kebebasan.
Di era kepemimpinan yang baru, masyarakat menaruh harapan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu — dan semua organisasi, tak peduli sekuat apa pengaruhnya, tetap harus patuh pada aturan yang sama.