Bima Arya Sebut Retret Kepala Daerah Tak Jadi Pakai APBD
Jakarta – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memastikan bahwa retret kepala daerah tetap akan dilakukan meskipun mendapat sorotan publik di media sosial dan berada di tengah masa efisiensi anggaran. Namun, ia menegaskan bahwa retret ini tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), melainkan sepenuhnya ditanggung oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Keputusan ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 200.5/692/SJ tentang Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025. SE ini menegaskan bahwa pendanaan program berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemendagri. SE tersebut dikeluarkan pada Kamis, 13 Februari 2025, dan membatalkan surat sebelumnya yang menyatakan bahwa biaya retret dibiayai cost sharing atau berbagi anggaran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Betul, dana pembekalan Kepala Daerah selama di Akmil Magelang pada tanggal 22 Februari nanti bersumber sepenuhnya dari anggaran Kemendagri karena Kemendagri memiliki mata anggaran pelatihan dan penguatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah,” ujar Bima kepada wartawan, Jumat (14/2/2025).
Pentingnya Pelatihan bagi Kepala Daerah
Menurut Bima Arya, pembekalan kepala daerah sangat penting agar dalam menjalankan tugasnya, mereka memahami proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan APBD. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas ini merupakan bagian dari program nasional yang harus dijalankan.
Selama ini, pembiayaan untuk pembekalan kepala daerah biasanya dilakukan dengan pola burden sharing (pembagian biaya) antara Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah. Banyak daerah memang mengalokasikan anggaran untuk capacity building aparatur, termasuk kepala daerah.
“Selalu ada anggaran dari pemerintah daerah untuk capacity building jajaran Pemda termasuk kepala daerah. Juga selalu ada anggaran dari kementerian untuk menyiapkan akomodasi ataupun kebutuhan teknis lainnya bagi peningkatan kapasitas,” jelas Bima Arya.
Namun, dalam keputusan terbaru ini, Menteri Dalam Negeri memutuskan bahwa biaya kepala daerah tidak dibebankan kepada APBD, melainkan akan ditanggung sepenuhnya oleh Kemendagri. Keputusan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kepala daerah terpilih, terutama bagi mereka yang tidak berasal dari latar belakang birokrat.
“Kemendagri yang bertanggung jawab sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah dengan menggunakan anggaran Kemendagri. Jadi surat edaran sebelumnya diperbaiki sesuai keputusan Mendagri,” terang Bima.
Efisiensi atau Beban Baru?
Bima Arya menekankan bahwa retret ini justru akan menghemat anggaran dibandingkan sistem pelatihan kepala daerah sebelumnya.
“Sebetulnya justru ini efisiensi. Tadinya pembekalan kepala daerah sebelum sebelumnya dilakukan beberapa kali dan lebih lama. (Pembekalan) Lemhanas dua bulan, BPSDM Kemendagri sebelumnya juga lama. Nah, ini disatukan dan hanya satu minggu. Jauh lebih hemat,” kata Bima Arya, Selasa (11/2/2025).
Menurutnya, kepala daerah yang baru terpilih biasanya harus menjalani beberapa kali pembekalan dengan durasi yang panjang. Dengan adanya retret serentak ini, pembekalan hanya perlu dilakukan dalam satu minggu, sehingga menghemat biaya dan waktu.
“Dulu waktu saya baru terpilih (jadi Wali Kota Bogor), saya ikut beberapa kali pembekalan itu,” ujarnya.
Meskipun demikian, terdapat pertanyaan dari publik terkait efisiensi anggaran ini. Apakah benar retret ini benar-benar menghemat anggaran atau justru menjadi beban baru bagi APBN?
Sumber Pendanaan dan Transparansi Anggaran
Bima Arya menjelaskan bahwa biaya retret kepala daerah telah dianggarkan oleh Kemendagri, tetapi biaya operasional perjalanan kepala daerah tetap ditanggung oleh APBD masing-masing daerah.
“Itu anggaran yang sudah ada di Kemendagri. Selalu ada anggaran untuk pembekalan kepala daerah. Kalau daerah itu dianggarkan dari biaya perjalanan kepala daerah yang memang selalu ada pos untuk rangkaian pelantikan dan pembekalan,” tuturnya.
Namun, jumlah total anggaran untuk retret kepala daerah ini belum dijelaskan secara rinci. Bima Arya menyebut bahwa Kemendagri masih melakukan penghitungan ulang karena adanya kebijakan efisiensi anggaran.
“Masih kita hitung ulang karena ada efisiensi,” ujarnya.
Respons Publik dan Kritikan
Retret kepala daerah ini menuai reaksi beragam dari masyarakat dan pengamat kebijakan.
Beberapa pihak mendukung inisiatif ini sebagai upaya meningkatkan kompetensi kepala daerah, sementara
yang lain mempertanyakan urgensi dan efektivitasnya di tengah upaya penghematan anggaran nasional.
Sebagian kritik diarahkan pada transparansi penggunaan anggaran dan dampaknya terhadap prioritas pembangunan daerah.
Apakah dana yang digunakan lebih baik dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur daerah atau program kesejahteraan rakyat?
“Retret ini memang diperlukan untuk peningkatan kapasitas, tetapi kita juga harus melihat efektivitasnya. Apakah ini akan memberikan dampak nyata bagi pelayanan publik di daerah?” kata Arif Wicaksono, seorang pengamat kebijakan publik.
Manfaat dan Tantangan Retret Kepala Daerah
Keputusan Kemendagri untuk menanggung penuh biaya retret kepala daerah merupakan langkah yang
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para pemimpin daerah tanpa membebani APBD. Namun, kebijakan ini juga menghadapi tantangan dalam hal:
- Transparansi anggaran – Belum ada rincian jelas mengenai jumlah total biaya yang akan dikeluarkan oleh Kemendagri.
- Efektivitas program – Apakah pelatihan ini akan berdampak langsung pada kinerja kepala daerah dan kebijakan di daerah masing-masing?
- Reaksi publik – Masih banyak pihak yang mempertanyakan urgensi program ini di tengah efisiensi anggaran nasional.
Di satu sisi, retret ini bisa menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa kepala daerah memiliki
pemahaman yang kuat mengenai tata kelola pemerintahan. Namun, di sisi lain, perlu pengawasan ketat dan evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa anggaran yang dikeluarkan benar-benar berdampak positif bagi masyarakat.
Apakah retret ini benar-benar akan membawa manfaat bagi pemerintahan daerah, atau hanya
menjadi seremonial belaka? Publik menunggu hasil nyata dari kebijakan ini.