Alasan TNI Jaga Kantor Kejaksaan, Bukan Polisi

Publik Indonesia dikejutkan dengan pemandangan tak biasa di depan beberapa kantor kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di sejumlah daerah, termasuk Jakarta.

Pasalnya, personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) terlihat berjaga di sekitar area Kejaksaan

menggantikan peran yang selama ini identik dijalankan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Situasi ini segera memicu beragam spekulasi di media sosial. Banyak yang bertanya-tanya, apa yang menyebabkan

TNI turun tangan dalam pengamanan institusi hukum seperti Kejaksaan? Bukankah pengamanan lembaga sipil selama ini menjadi wewenang Polri?

Untuk memahami secara menyeluruh, penting melihat latar belakang, peraturan hukum yang berlaku, serta dinamika hubungan antar-lembaga negara yang terlibat dalam isu ini.

Alasan TNI Jaga Kantor Kejaksaan, Bukan Polisi
Alasan TNI Jaga Kantor Kejaksaan, Bukan Polisi

Alasan TNI Jaga Kantor Kejaksaan, Bukan Polisi

Peningkatan pengamanan kantor Kejaksaan bukanlah tanpa sebab. Beberapa waktu terakhir

Kejaksaan Agung RI dan beberapa Kejaksaan Tinggi tengah menangani perkara-perkara besar yang melibatkan aktor politik

pejabat publik, dan tokoh penting, termasuk dalam kasus mega korupsi, mafia tanah, dan penyalahgunaan anggaran.

Di tengah penanganan kasus-kasus besar tersebut, muncul ancaman keamanan yang mengharuskan Kejaksaan memperkuat penjagaan.

Mulai dari demonstrasi pro-kontra, intimidasi terhadap jaksa, hingga potensi sabotase atau gangguan fisik terhadap fasilitas dan arsip penting Kejaksaan.

Dalam konteks itulah, pemerintah melalui koordinasi lintas sektoral memutuskan untuk melibatkan TNI

dalam pengamanan objek vital strategis, termasuk kantor Kejaksaan, untuk menjamin stabilitas penegakan hukum.


Penjelasan Resmi Pemerintah: Koordinasi Antarlembaga

Menanggapi isu tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)

memberikan klarifikasi bahwa kehadiran TNI merupakan hasil koordinasi resmi antara Kejaksaan, TNI, dan Polri, serta merujuk pada situasi khusus yang memerlukan pengamanan ekstra.

Juru Bicara Kemenko Polhukam menyampaikan, “Kehadiran personel TNI bukan dalam konteks pengambilalihan fungsi kepolisian, melainkan bagian dari sinergi pengamanan dalam konteks mendukung stabilitas hukum dan ketertiban umum.”

Pernyataan ini diperkuat oleh Kejaksaan Agung RI yang menyebut bahwa pengamanan dari TNI bersifat temporer, terbatas, dan situasional, serta dilakukan berdasarkan permintaan Kejaksaan kepada unsur pertahanan di daerah melalui protokol yang sah.


Apa Dasar Hukumnya?

Secara hukum, pengamanan fasilitas sipil oleh TNI diatur dalam sejumlah regulasi, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 7 ayat (2) huruf b, menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) adalah “mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis”.

  2. Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Presiden (Perpres) terkait perbantuan TNI dalam pengamanan terhadap instansi sipil atau kegiatan sipil, khususnya dalam keadaan darurat, bencana, atau ancaman nyata terhadap stabilitas nasional.

  3. Surat resmi permintaan bantuan keamanan dari pihak Kejaksaan kepada Pangdam, Dandim, atau Danrem setempat, yang kemudian ditindaklanjuti secara prosedural oleh TNI.

Artinya, kehadiran TNI tidak serta-merta ilegal atau melanggar prinsip demokrasi sipil, melainkan berdasarkan permintaan yang sah dan sesuai peraturan, dengan pengawasan dan batasan waktu tertentu.


Kenapa Bukan Polisi?

Muncul pertanyaan kritis: Mengapa tidak melibatkan Polri saja, yang memang bertugas mengamankan wilayah sipil?

Jawaban utama dari pihak Kejaksaan adalah karena dalam kondisi tertentu, pengamanan yang diperlukan bukan hanya

untuk menjaga ketertiban umum, tetapi juga mengantisipasi ancaman berskala tinggi yang dapat menyasar aparat penegak hukum, barang bukti besar, hingga sistem arsip elektronik.

Di sisi lain, Polri sudah terlibat aktif dalam penyelidikan dan pengamanan di lingkup yang lebih luas

 seperti menjaga demo, lalu lintas massa, dan pengawalan proses hukum. Oleh karena itu, pengamanan fisik area kantor dan logistik internal

Kejaksaan dianggap lebih cocok didukung TNI dalam waktu singkat.

Selain itu, dukungan TNI dinilai lebih netral secara politis dalam kasus-kasus sensitif, serta dianggap memiliki kedisiplinan tinggi dan peralatan lengkap dalam situasi krisis.


Tanggapan Masyarakat dan Akademisi

Meski penjelasan resmi telah disampaikan, publik tetap memunculkan diskusi kritis terkait hal ini. Beberapa akademisi

menyuarakan kekhawatiran bahwa peran TNI bisa berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil jika tidak dikontrol dengan ketat.

Namun, sebagian lainnya menyatakan dukungan terhadap sinergi TNI dan Kejaksaan, selama dilakukan dalam batas waktu yang jelas dan sesuai hukum. Kehadiran militer, menurut mereka, memberikan rasa aman di tengah situasi yang dinamis dan penuh risiko.

Tokoh hukum tata negara, Prof. Yusril Mahendra, menyebut bahwa “Asal dilakukan dengan dasar hukum dan koordinasi lembaga, pengamanan oleh TNI terhadap objek vital sipil bisa dibenarkan dalam konteks darurat atau keadaan khusus.”


Apa Dampaknya ke Depan?

Keterlibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan tidak serta-merta menunjukkan kembalinya peran militer ke ranah sipil seperti era Orde Baru. Justru, ini menjadi ujian kedewasaan koordinasi antar lembaga negara di era demokrasi modern.

Ke depannya, keterlibatan TNI dipastikan akan dikaji kembali secara berkala. Jika kondisi sudah dinyatakan aman dan kondusif, maka pengamanan akan kembali sepenuhnya dilakukan oleh aparat Kepolisian dan petugas keamanan internal Kejaksaan.

Baca juga:Pemerintah Rumuskan Aturan Baru TKDN, Sertifikasi Lebih Cepat dan Mudah


Kesimpulan: Bukan Soal Siapa yang Jaga, Tapi Apa Tujuannya

Kehadiran TNI dalam pengamanan kantor Kejaksaan bukan semata-mata soal siapa yang menjalankan fungsi jaga pintu

tetapi mencerminkan upaya sistemik dalam melindungi proses hukum dan integritas negara dari ancaman yang mungkin terjadi.

Selama dilakukan dengan dasar hukum yang sah, terbuka kepada publik, serta dalam batas waktu yang proporsional

keterlibatan TNI bisa dianggap sebagai bentuk dukungan antar institusi di masa sulit.

Namun, penting juga bagi masyarakat untuk tetap kritis agar supremasi sipil tetap terjaga dan demokrasi tetap menjadi panglima.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version