KPK Panggil Ulang Hasto pada 20 Februari 2025
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengeluarkan surat panggilan kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Pemanggilan kedua ini dijadwalkan pada Kamis, 20 Februari 2025, setelah Hasto sebelumnya mangkir dari panggilan pertama yang seharusnya berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Menurut Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, surat panggilan kedua telah dikirimkan kepada Hasto, meskipun yang bersangkutan sebelumnya mengajukan penundaan pemeriksaan dengan alasan sedang mengajukan gugatan praperadilan.

Sudah (kirim surat panggilan). Hari Kamis (Hasto dijadwalkan diperiksa),” kata Tessa pada Selasa (18/2/2025).
Namun, KPK menolak alasan penundaan tersebut, dengan menyatakan bahwa gugatan praperadilan tidak dapat menjadi dasar untuk menghindari proses penyidikan.
Latar Belakang Kasus: Dugaan Suap dan Perintangan Penyidikan
Hasto Kristiyanto diduga terlibat dalam kasus suap terkait proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR serta perintangan penyidikan yang tengah dilakukan oleh KPK.
PAW merupakan mekanisme penggantian anggota DPR yang mengundurkan diri, diberhentikan, atau meninggal dunia, di mana posisi yang kosong diisi oleh calon legislatif dari partai yang sama. Dalam beberapa kasus, PAW dapat menjadi celah bagi praktik korupsi, di mana pihak tertentu diduga memberikan suap untuk memperoleh kursi DPR.
Menurut informasi yang beredar, penyidik KPK sedang menyelidiki aliran dana mencurigakan terkait PAW yang melibatkan beberapa pejabat partai politik, termasuk Hasto. Selain itu, ia juga diduga menghalang-halangi penyidikan dengan cara tertentu, termasuk memberikan arahan atau instruksi kepada pihak-pihak terkait agar tidak bekerja sama dengan KPK.
Hasto Mangkir dari Panggilan Pertama dan Praperadilan
Pada Senin (17/2/2025), Hasto seharusnya hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, namun ia tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang menunggu putusan praperadilan yang diajukannya.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan bahwa pengajuan praperadilan tidak bisa digunakan sebagai alasan untuk tidak memenuhi panggilan penyidik.
“Jadi, penyidik menilai tidak ada alasan yang patut dan wajar untuk tidak menghadiri panggilan sebagai tersangka hari ini. Oleh sebab itu, akan dilayangkan kembali surat panggilan kedua,” kata Tessa.
Gugatan praperadilan diajukan oleh Hasto untuk menantang legalitas statusnya sebagai tersangka, suatu langkah yang sering diambil oleh pejabat yang sedang menghadapi penyelidikan KPK.
Namun, dalam beberapa kasus sebelumnya, KPK tetap melanjutkan penyidikan meskipun tersangka mengajukan praperadilan, kecuali jika ada putusan hukum yang membatalkan status tersangka.
Implikasi Hukum dari Pemanggilan Ulang Hasto
1. Status Hasto sebagai Tersangka
- Jika Hasto kembali mangkir dari pemanggilan kedua, KPK dapat mengambil langkah hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan pemanggilan paksa.
- Jika ia tetap tidak kooperatif, penyidik dapat mengajukan permohonan penangkapan dengan persetujuan hakim.
2. Pengaruh Gugatan Praperadilan
- Gugatan praperadilan bertujuan untuk menguji keabsahan proses penyidikan dan apakah KPK memiliki cukup bukti untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka.
- Jika gugatan diterima, status tersangka bisa dibatalkan dan KPK harus mengulang proses penyidikan dengan bukti yang lebih kuat.
- Jika gugatan ditolak, Hasto wajib menjalani proses hukum sesuai ketentuan.
3. Ancaman Hukuman Jika Terbukti Bersalah
- Jika terbukti terlibat dalam kasus suap PAW DPR, Hasto bisa dijerat dengan Pasal 12 dan Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
- Jika terbukti menghalangi penyidikan, ia bisa dikenakan Pasal 21 UU Tipikor, dengan ancaman pidana 3-12 tahun penjara.
Analisis Politik: Dampak bagi PDI-P dan Dinamika Pemilu 2029
Sebagai Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto memiliki pengaruh besar dalam partai, terutama dalam strategi politik dan pemenangan pemilu.
Kasus ini berpotensi mengguncang stabilitas internal PDI-P menjelang Pemilu 2029, mengingat posisi Hasto yang sangat strategis dalam mesin partai.
Beberapa kemungkinan dampak politik dari kasus ini meliputi:
1. Efek terhadap Elektabilitas PDI-P
- Kasus hukum yang melibatkan elite partai dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap PDI-P.
- Partai harus segera mengambil langkah strategis untuk meminimalisir dampak negatif terhadap elektabilitasnya.
2. Spekulasi Pergantian Sekjen
- Jika Hasto dinyatakan bersalah dan ditahan, PDI-P harus mencari pengganti untuk mengamankan posisi strategis menjelang Pemilu 2029.
- Pergantian sekjen dapat memunculkan perebutan kekuasaan di internal partai, yang dapat mempengaruhi dinamika politik nasional.
3. Hubungan dengan Pemerintah dan Koalisi
- PDI-P saat ini masih menjadi bagian dari pemerintahan, meskipun tidak secara eksplisit mendukung
- kebijakan-kebijakan tertentu dari Presiden Prabowo Subianto.
- Kasus ini bisa mempengaruhi hubungan PDI-P dengan pemerintah dan partai koalisi lainnya.
Pemanggilan ulang Hasto Kristiyanto oleh KPK pada 20 Februari 2025 merupakan bagian
dari proses hukum yang sedang berjalan dalam kasus dugaan suap PAW DPR dan perintangan penyidikan.
Meskipun ia berusaha menunda pemeriksaan dengan mengajukan gugatan praperadilan
KPK tetap melanjutkan proses hukum dan menilai tidak ada alasan yang wajar untuk tidak hadir dalam pemanggilan penyidik.
Dari sisi hukum, Hasto menghadapi potensi hukuman berat jika terbukti bersalah
sementara dari sisi politik, kasus ini dapat berdampak besar terhadap stabilitas internal PDI-P serta dinamika politik nasional menjelang Pemilu 2029.
Kini, publik menanti apakah Hasto akan memenuhi panggilan kedua dari KPK, atau memilih untuk mengambil langkah hukum lain untuk menunda atau menghindari penyidikan lebih lanjut. Bagaimana perkembangan selanjutnya?
Semua mata kini tertuju pada Gedung Merah Putih KPK dan manuver politik yang akan dilakukan oleh Hasto dan PDI-P dalam menghadapi kasus ini.